3 Cerpen Tentang Corona dalam Kehidupan
KisahWeb - Pandemi virus corona membawa banyak sekali cerita dalam sendi kehidupan kita. Salah satunya berbentuk cerpen tentang corona. Cerita pendek ini mengisahkan secara fiksi tentang wabah yang menyerang Indonesia dan dunia, tentang bagaimana masyarakat harus melawannya.
Sejak mewabah pertama kalinya di Wuhan, virus corona telah menjadi isu global yang sangat hangat. Per awal November 2020, sudah ada 50 juta orang terpapar virus dan 1 juta lebih meninggal dunia. Corona juga membawa banyak dampak pada seluruh aspek kehidupan, ekonomi, pendidikan dan pariwisata menjadi yang terdampak paling terasa.
Berikut ini adalah cerita pendek tentang corona yang menggambarkan bagaimana corona ada di tengah-tengah kita;
1. Cerpen: Corona Membunuh Manusia Bukan Kemanusiaan
Trending topik di twitter bulan ini tak jauh dari isu corona. Virus ini benar-benar telah meluluhlantakan sebagian orang. Ada pabrik yang tutup, kantor tutup, pengusaha undur diri bahkan di Banten kudengar ada ibu-ibu meninggal kelaparan. Aku mendengar itu dari pemberitaan, tak pernah aku tertinggal mendengar berita-berita corona. Bahkan aku selalu update jumlah kasusnya.
Sebenarnya aku sangat sedih dengan wabah yang terjadi ini, tapi aku juga bersyukur atas apa yang dikirimkan tuhan ini. Corona adalah sebuah peringatan dan teguran. Betapa bahayanya virus, dan sebenarnya manusia juga virus bagi bumi.
Beberapa hari terakhir banyak perantau yang pulang kampung. Mereka terkena PHK dari Ibukota. Hah, kasian sekali. Sambil meminum segelas kopi, aku duduk di teras rumah. Aku mencoba merenungi kenapa corona bisa datang ke dunia, dan aku mengharap supaya tidak datang padaku.
Dari kejauhan nampak Pak RT dan para aparatur desa masuk ke rumah-rumah warga. Pak RT mendatangi rumahku. Aku pun bersiap menyambutnya. Setelah salam, percakapan terjadi.
"Corona pasti akan banyak membunuh manusia, lihat saja, sudah banyak korban meninggal" ucap Parjo ketua RT kampungku yang ternyata akan mendata keluragaku sebagai penerima bantuan.
"Corona ini berbahaya, bapak hati-hati. Jaga keluarga. Jangan sampai di kampung kita ada yang meninggal karena corona ya" pesan Pak RT.
Mendengar ucapan Pak RT, aku pun memberikan jawaban yang bertolak belakang dengannya. "Tidak Pak, manusia akan tetap hidup meski ada corona. Mereka meninggal karena ajal"
"Iya, memang karena ajal, tapi kan penyebabnya virus" sahutnya
"Tidak hanya karena virus pak, justru pembunuh terbesar saat pandemi corona adalah hilangnya kemanusiaan" jawabku
"Maksudmu gimana toh" tanya Pak RT lagi
"Ya, hilangnya kemanusiaan yang akan banyak membunuh orang-orang. Pejabat yang hilang sifat kemanusiannya, orang kaya yang hilang kemanusiannya. Itulah yang akan banyak membunuh manusia" terangku
"Harusnya saat corona mengancam manusia, kita semestinya meninggikan kemanusiaan. Hentikan semua apatisme dan juga sikap mementingkan diri. Lihat pak, banyak warga kita yang kini pulang kampung karena di PHK" lanjutku
"Ya , bapak betul. Maka dari itu, kami aparatur desa ingin megajak kita semua untuk sokongan mingguan. Seikhlasnya, anggap saja sedekah. Nanti uangnya untuk membantu mereka yang ekonominya terimbas karena wabah" terang Pak RT
"Alhamdulilah pak, saya semangat. Kalau begitu, uang bantuan saya tiap bulan saya sedekahkan separuh untuk mereka pak. Saya juga ada buah buahan yang bisa diberikan untuk mereka yang kesulitan makan" sambut senangku
Ya, corona adalah ujian bagi manusia. Ujian tentang seberapa besar sifat kemanusiaan kita, kepedulian kita terhadap sesama manusia.
2. Cerpen: Pendidikan Sekolah Saat Corona
Hah, pagi ini aku mengawali hari dengan rasa kesal. Bagaimana tidak, aku dijejali tugas yang menumpuk. Belum juga tugas kemarin terselesaikan, kini subuh-subuh Bu Asma sudah kirim tugas lagi. Haduhhhhh.
Bukanya aku tak suka dengan tugas. Tapi di rumahku susah sinyal, aku pun terhambat. Jangankan jaringan internet, sinyal telepon pun susahnya minta ampun. Inilah penyebab sekolah online tarasa menyiksa bagiku.
"Oh tuhan, andai rumahku tidak dipinggiran" keluhku sambil menatap pemandangan sawah dari jendela kamar
"Santiiiiiii. Sarapan. Sudah jam 7 nih" teriak kakakku
"Siap kak" sahutku
"Gimana tugas tugasmu ?" Tanya kak santi sambil membuatkan susu untukku
"Banyak yang belum kak. Mana aku harus googling, tapi masalahnya sinyal disini susah. Apalagi kemarin kan mati lampu kak, kakak kan tau kalau disini mati lampu pasti gak ada sinyal" terangku membela diri
"Ya sudah nanti kakak antar kamu ke sekolah ya. Disana kan ada wifi, banyak kok teman mu yang wifian disana" ajak kakakku
Kami pun jalan kaki menuju sekolah. Cukup jauh. Sekitar 2 kilo meter. Hampir 1 jam perjalanan dari rumah. Kulihat juga ada anak-anak lain yang didampingi orang tuanya untuk pergi mencari wifi di sekolah.
Sampailah disekolah, kulihat semua sudah berubah. Rumput sudah menutupi lapangan, kulihat debu dan sampah dimana-mana dan parahnya lagi ada beberapa jendela yang rusak. Sekolahku seperti gedung kosong yang reot.
Maklum, dari Maret 2020 hingga November 2020 kami sekolah daring. Tidak ada yang boleh ke sekolah karena kepala sekolah kami kena covid. Tak hanya itu, 14 siswa juga terkena covid hingga menciptakan cluster di lingkungan sekolah.
Mulanya banyak guru dan orang tua siswa yang ngeyel saat corona mulai menyebar. Kegiatan sekolah dipaksa untuk tetap tatap muka. Akhirnya musibah datang saat ada kabar kepala sekolah kena covid.
Tapi sebenarnya sekolah online sangat tidak efektif bagi ku dan siswa lain. Sebab kami tinggal di wilayah pelosok yang susah sinyal. Bahkan banyak siswa-siswi yang tidak punya handphone. Kami ingin offline, bukan online.
3. Cerpen: Ceritaku Melawan Corona
Ada-ada saja, pagi hari aku sudah mendengar riuh orang demo didepan puskesmas. Mereka menolak pasien virus corona yang katanya dirawat di puskesmas kecamatanku. Akupun menanggapi mereka, aku mendekat ke arah orasi.
"Hah, lucu kalian. Orang sakit kok gak boleh dirawat. Bagaimama kalau kalian atau keluarga kalian yang sakit" teriakku pada mereka.
Salah seorang kemudian menjawab. "Ini konspirasi. Ini manipulasi, corona adalah proyek kesehatan. Ini bukan soal virus, ini tentang bisnis rasa takut"
"Bicara pakai bukti gan, jangan emosi nanti kamu emisi" jawabku dengan kesal.
Tak lama koordinator aksi pun mendatangi aku dan berkata "Diam atau kubuat kau diam selamanya". Aku pun diam. Bukan karena takut. Namun ingin menghargai pendapat mereka. Kutinggalkan mereka, aku pun bergegas ke pasar.
Sebenarnya aku juga kesal dengan adanya corona. Aku kena PHK. Aku juga kehilangan banyak waktu produktif serta rekanan bisnis. Aku juga sempat tidak percaya dengan corona. Tapi nyatanya teman kantorku meningggal. Bagiku, corona adalah misteri yang harus dilawan !!!!.
Sangat mungkin ada manipulasi data, tapi corona memang nyata adanya. Kita juga tidak bisa memungkiri banyak sekali berita hoax tentang corona. Semua jadi hidup dalam ketidakpastian. Kalau sudah begini, setiap orang harus berfikir jernih, jangan sampai kita malah terjebak dalam ketakutan dan jebakan virus ini.
Orang-orang sering mencelaku karena aku sering pergi ke pasar dan hilir mudik ke Jakarta. Ya, jika tidak ke Jakarta maka aku tidak bisa melanjutkan beberapa bisnis pakaian ku. Semua bahan jualanku dari Tanah Abang dan Pasar Jatinegara.
Suatu saat pernah ada tim gugus covid yang menegurku, merekapun mengecamku karena aku tidak melawan covid, aku diangap mendatangi maut. Mendengar itu, aku pun menjelaskan pada mereka sedetail mungkin.
"Caraku melawan corona adalah dengan tetap bekerja, kalau tidak bekerja aku makan dari mana. Resiko harus kujalani pak, aku harus bertemu orang dipasar untuk jualan. Memangnya bapak mau nanggung hidup saya ?" seruku.
"Saya melawan covid Pak, saya tetap pakai masker dan perbanyak minum vitamin. Saya juga selalu olahraga. Kesehatan adalah utama pak, tapi orang sehat tanpa uang tidak akan hidup Pak" tutupku.
Sobat, itulah 3 cerpen tentang corona yang bisa menjadi referensi dan pelajaran bagi kita. Semoga bisa menjadi pengingat untuk kita tentang masa-masa melawan virus corona yang kemudian menjadi pandemi. Salam.
Posting Komentar untuk "3 Cerpen Tentang Corona dalam Kehidupan"